Sabtu, 17 Juli 2010

ASKEP GAGAL GINJAL AKUT

I.KONSEP DASAR TEORITIS
A.Pengertian

Adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah
B.Klasifikasi :

1.Gagal Ginjal Akut Prarenal

2.Gagal Ginjal Akut Post Renal

3.Gagal Ginjal Akut Renal

Gagal Ginjal Akut Prarenal

Gagal ginjal akut Prarenal adalah keadaan yang paling ringan yang dengan cepat dapat reversibel, bila ferfusi ginjal segera diperbaiki. Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik/morfologik pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya nekrosis tubular akut (NTA).

Etiologi

1.Penurunan Volume vaskular ;

a. Kehilangan darah/plasma karena perdarahan,luka bakar.

b. Kehilangan cairan ekstraselular karena muntah, diare.

2. Kenaikan kapasitas vaskular

a. sepsis

b. Blokade ganglion

c. Reaksi anafilaksis.

3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung

a. renjatan kardiogenik

b. Payah jantung kongesti

c. Tamponade jantung

d. Distritmia

e. Emboli paru

f. Infark jantung.

Patologi Anatomi

Gagal ginjal akut prerenal merupakan kelainan fungsional dan tidak ada perubahan patologi anatomi.

Patofisiologi

Perjalanan penyakit dalam beberapa fase, yaitu :

1. Fase Oliguri
2. Fase Poliguri
3. Fase Penyembuhan

Umumnya pada fase oliguri ( urine

Patogenesis

Ketiga etiologi yang telah disebutkan sebelumnya akan mengakibatkan penurunan perfusi ginjal, kenaikan sekresi ADH dan aldosteron serta kenaikan reabsorpsi natrium di tubuli proksimal. Mekanisme adaptasi ini bertujuan untuk mempertahankan volume intra vaskuler dengan mencegah kehilangan natrium dan air di dalam urine. Kekurangan perfusi tersebut harus di koreksi untuk mencegah terjadinya NTA

Pemeriksaan Klinis

Anamnesis:


Perlu di tanyakan segala kemungkinan penyebabnya

Pemeriksaan fisik:


Perlu diperhatikan tanda - tanda vital : tensi, nadi, tekanan vena sentral serta ada atau tidak adanya hipotensi ortostatik

Pemeriksaan Laboratorium

Darah :


Ureum, kreatinin, elektrolit serta osmalaritas

Urine:


Ureum, kreatinin, elektrolit, osmalaritas, dan berat jenis

Diagnosa Banding

Perlu dipikirkan diagnosa banding antara gagal ginjal akut prarenal dengan gagal ginjal akut renal

Diagnosis

Gagal ginjal akut ditegakkan atas dasar pemeriksaan klinis dan laboratorium. Oliguri akan disertai dengan berat jenis dan osmolaritas urine yang tinggi, sedangkan kadar natrium dalam urine rendah.

Penalaksanaan

Penyebab gagal ginjal akut prarenal harus segera dihilangkan serta diusahakan untuk dapat mempertahankan diuresis, kalau perlu dapat diberikan manitol atau purosemid.

Pencegahan

Penyebab hipoperpusi ginjal hendaknya dihindari atau bila sudah terjadi harus segera di perbaiki.

Gagal Ginjal Akut Renal

1.GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :

a.Glomerulonefritis

b.Nefrosklerosis

c.Penyakit kolagen

d.Angitis hipersensitif

e.Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia, atau kuman.

2.Nefrosis Tubuler Akut ( NTA )

Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal sebagai kelanjutan GGA. Prerenal atau pengaruh bahan nefrotoksik.Bila iskemia ginjal sangat berat dan berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis kortikol akut( NKA) dimana lesi pada umumnya difus pada seluruh korteks yang besifat reversibel.Bila lesinya tidak difus (patchy) ada kemungkinan reversibel.

Etiologi

Berdasarkan etiologi NTA dapat dibedakan atas :

ØTipe iskemik, yang merupakan kelanjutan gagal ginjal prarenal

ØTipe neprotoksik, yang terjadi karena bahan nefotoksik seperti : merkuri, karbon tetrakoid, neomisin, kanamisin, dan lain - lain.

Patologi Anatomi

Perubahan patologi ternyata tidak ada hubungan dengan berat ringannya gagal ginjal akut. Pada glomerall umumnya tidak dijumpai perubahan, kelainan terutama dijumpai pada tubuli histopatologik di kenal dua macam bentuk kelainan

Patofisiologi

Perjalanan NTA dbedakan atas dua yaitu : fase oliguri dan fase penyembuhan dan dikenal juga adanya gagal ginjal akut poliuri dimana tidak jelas adanya fase oliguri.

Patogenesis

Macam – macam hipotesis telah diajukan, namun sampai saat ini yang dianggap paling paling mungkin mendasari adanya NTA adalah kelainan tubular dan vascular

Diagnosa Banding

Perlu dipikirkan adanya diagnosa banding antara gagal ginjal akut prarenal dan NTA. diagnosis banding ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan :

ØLaboratorium urine dan darah

ØUji diuretik

Diagnosis NTA

Dapat ditegakkan pada pemderita oliguri bila disertai dengan :

ØKonsentrasi Na dalam urine tinggi lebih dari 20 mEg/l

ØOsmolaritas urine rendah yaitu kurang dari 400 mOsm/l

ØKadar ureum dalam urine dibagi kadarnya dalam plasma lebih kecil dari 10

ØKadar ureum dalam plasma dibagi kadar kreatinin dalam plasma lebih kecil dari10 : 1

ØUji diuretik tidak menunjukkan terjadi diuresis

Prognosis

Prognosis NTA sampai sekarang masih dianggap kurang baik, sebab kematian terbesar adalah terjadinya komplikasi infeksi.

Penatalaksanaan NTA

Tujuannya adalah untuk mecegah terjadinya komplikasi metabolic dan infeksi serta mempertahankan penderita tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan.

Dialisis

Pengelolaan NTA disamping konservatif,mungkin suatu saat memerlukan dialysis, baik dialysis peritoneal atau hemadialisis

Pencegahan

Pencegahan NTA hendaknya diusahakan oleh setiap dokter

ØPemakaian obat – obatan nefrotoksi hendaknya dengan indikasi tepat dan monitoring yang baik.

ØMenghindari terjadinya hipoperfusi ginjal dan bila sudah terjadi harus segera di koreksi terutama pada orang yang res – ti.

ØUntuk mencegah terjadinya NTA pasca bedah perlu dipertahankan hidrasi pra operatif yang baik.

Gagal Ginjal Akut Postrenal

GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi, meskipun dapat juga karena ekstravasasi

Etiologi

1.Obstruksi

a. Saluran kencing : batu, pembekuan darah, tumor, kristal dll.

b. Tubuli ginjal : Kristal, pigmen, protein (mieloma).

2.Ektravasasi.

Patogenesis

Secara mekanik terjadi gangguan aliran kencing pada kedua sisi, atau obstruksi dimana ginjal sebelah lainnya sudah mengalami nefrektomi.

Pemeriksaan Klinis

Anamnesis yang mencurigakan ke arah kemungkinan obstruksi antara lain :

ØPoliuri yang diikuti oleh anuri.

ØObstruksi parsial ureter dapat mengakibatkan sindrom seperti diabetes insipidus yang resisten terhadap pitresin.

Pemeriksaan Laboratorium

Darah :


Ureum, kreatinin, dan elektrolit

Urine:


Ureum, kreatinin, elektrolit, dan berat jenis urine

Diagnosis

Menegakkan diagnosis pasti perlu dilakukan pemeriksaan radiologis, reografi radio aktif atau ultrasonografi.

Penatalaksanaan

Adalah tindakan pembedahan untuk dapat menghilangkan obstruksinya. Perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya sindrom pasca obstruksi, berupa poliuri yang hebat dan memerlukan koreksi cairan dan elektrolit.

Pencegahan

Pada umumnya untuk gagal ginjal akut postrenal sulit dilakukan pencegahan mengingat penyebabnya sebagian besar tidak diketahui penyebab sebelumnya.


II.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A.PENGKAJIAN

Aktifitas Dan Istirahat

Gejala:


Keletihan, kelemahan, malaese

Tanda:


Kelemahan otot dan kehilangan tonus

Sirkulasi

Tanda:


Hipotensi / hipertensi ( termasuk hipertensi maligna,eklampsia / hipertensi akibat kehamilan ).

Disritmia jantung.

Nadi lemah/halus hipotensi ortostatik(hipovalemia ).

DVJ, nadi kuat ( hipervolemia).

Edema jaringan umum ( termasuk area periorbital mata kaki sakrum ).

Pucat, kecenderungan perdarahan

Eliminasi

Gejala:


Perubahan pola berkemih, peningkatan frekuensi,poliuria (kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir)

Disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi).

Abdomen kembung diare atau konstipasi

Riwayat HPB, batu/kalkuli

Tanda:


Perubahan warna urine contoh kuning pekat,merah, coklat, berawan.

Oliguri (biasanya 12-21 hari) ; poliuri (2-6 liter/hari).

Makanan / Cairan

Gejala:


Peningkatan berat badan (edema) ,penurunan berat badan (dehidrasi).

Mual , muntah, anoreksia, nyeri uluhati

Penggunaan diuretik

Tanda:


Perubahan turgor kulit/kelembaban.

Edema (Umum, bagian bawah).

Neurosensori

Gejala:


Sakit kepala penglihatan kabur.

Kram otot/kejang, sindrom “kaki Gelisah”.

Tanda:


Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidak seimbangan elektrolit / asam basa.

Kejang, faskikulasi otot, aktifitas kejang

Nyeri / Kenyamanan

Gejala:


Nyeri tubuh , sakit kepala

Tanda:


Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah

Pernapasan

Gejala:


Nafas pendek

Tanda:


Takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kusmaul, nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda( edema paru ).

Keamanan

Gejala:


Adanya reaksi transfusi

Tanda:


Demam, sepsis (dehidrasi), ptekie atau kulit ekimosis, pruritus, kulit kering.

Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala:


Riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urinarius, malignansi., riwayat terpapar toksin,(obat, racun lingkungan), obat nefrotik penggunaan berulang contoh : aminoglikosida, amfoterisin, anestetik vasodilator,

Tesdiagnostik dengan media kontras radiografik,

Kondisi yang terjadi bersamaan tumor di saluran perkemihan, sepsis gram negatif, trauma/cedera kekerasan , perdarahan, cedera listrik, gangguan autoimun, DM, gagal jantung/hati.

B.Diagnosa Keperawatan, Intervensi Dan Rasionalisasi

1.Perubahan kelebihan volume cairan

Dapat dihubungkan dengan:


Mempengaruhi mekanisme regulatori( gagal ginjal dengan retensi urine )

Kemungkinan dibuktikan oleh:


Pemasukan lebih besar dari pengeluaran, oliguri, perubahan pada berat jenis urine.

Distensi vena ; TD/ CVP berubah

Edema jaringan umum, peningkatan berat badan

Perubahan status mental, gelisah

Penurunan Hb/Ht, gangguan elektrolit, kongesti paru pada foto dada

Hasil yang diharapkan /

Kriteria evaluasi :


Menunjukkan haluaran urine tepat dengan berat jenis / hasil laboratorium mendekati normal ; berat badan stabil, tanda vital dalam batas normal, tidak ada edema.

TINDAKAN / INTERVENSI


RASIONAL

Mandiri

Awasi denyut jantung, TD dan CVP


Takikardia dan hipertensi terjadi karena :

1).Kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urine.

2).Pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia / hipotensi atau perubahan fase oliguria gagal ginjal,dan atau

3).Perubahan pada sistem renin – angiotensin.

Catatan : pengawan invasif diperlukan untuk mengkaji volume intravaskular, khususnya pada klien dengan fungsi jantung buruk.

Catat pemasukan dan pengeluaran yang akurat. Termasuk cairan “tersembunyi” seperti aditif antibiotik. Ukur kehilangan GI dan perkirakan kehilangan tidak kasat mata, contoh : berkeringat.


Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan, dan penurunan resiko kelebihan cairan.

Catatan : hipervolemia terjadi pada fase anurik pada gagal ginjal akut.

Awasi Bj urine


Mengukur kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urine. Pada gagal intrarenal, Bj biasanya sama / kurang dari 1,010 menunjukkan kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine.

Rencanakan penggantian cairan pada klien, dalam pembatasa multipel. Berikan minumanyang disukai sepanjang 24 jam. Berikan bervariasi, contoh : panas, dingin, beku


Membantu menghindari periode tanpa cairan, meminimalisasi kebosanan pilihan yang terbatas dan menurunkan rasa kekurangan dan haus.

Timbang berat badan tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama


Penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status cairan terbaik. Peningkatan berat badan > dari 0,5 kg/hari diduga ada retensi urine.

Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema( pada skala +1 sampai +4 )


Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh, contoh : tangan, kaki, area lumbosakral. BB klien dapat meningkat sampai 4,5 kg cairan sebelum edema, pitting terdeteksi. Edema periorbital dapat menunjukkan tanda perpindahan cairan ini, karena jaringan rapuh ini mudah terdistensi oleh akumulasi cairan walaupun minimal.

Auskultasi paru dan bunyi jantung


Kelebihan cairan dapat menimbulkan edema paru dan GJK dibuktikan oleh terjadinya bunyi napas tambahan, bunyi jantung ekstra.

Kaji tingkat kesadaran ; selidiki perubahan mental, adanya gelisah


Dapat menunjukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin, asidosis, ketidakseimbangan elektrolit atau terjadinya hipoksia.

Kolaborasi

Perbaiki penyebab yang dapat kembali karena gagal ginjal akut, contoh : memperbaiki perfusi ginjal, memaksimalkan curah jantung, menghilangkan obstruksi melalui pembedahan


Mampu mengembalikan ke fungsi normal dari disfungsi ginjal atau membatasi efek residu.

Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh :

BUN ; kreatinin ;

Natrium dan kreatinin urine ;

Natrium serum ;

Kalium serum ;

Hb / Ht ;

Foto dada ;


Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi / gagal ginjal. Meskipun kedua nilai mungkin meningkat. Kreatinin adalah indikator yang lebih baik untuk fungsi ginjal karena tidak dipengaruhi oleh hidrasi, diet, dan katabolisme jaringan.

Pada NTA, integritas fungsi tubular hilang dan resorpsi natrium terganggu, mengakibatkan peningkatan ekskresi natrium. Kreatinin urine biasanya menurun sesuai dengan peningkatan kreatinin serum

Hipnatremia dapat diakibatkan dari kelebihan cairan ( dilusi ) atau ketidak mampuan ginjal untuk menyimpan natrium. Hipernatremia menunjukkan defisit cairan tubuh total.

Kekurangan eksresi ginjal dan / atau retensi urine selektif kalium untuk mengeksresikan kelebihan ion hidrogen ( memperbaiki asidosis ) menimbulkan hiperkalemia.

Penurunan nilai dapat mengindikasikan hemodilusi ( hipervolemia ); namun selama gagal ginjal lama, anemia sering terjadi sebagai akibat kehilangan / penurunan produksi SDM. Kemungkinan penyebab lain ( perdarahan aktif atau nyata ) juga harus di evaluasi.

Peningkatan ukuran jantung, batas vaskular paru prominen, efusi pleura, infiltrat / kongesti menunjukkan respons akut terhadap kelebihan cairan atau perubahan kronis sehubungan dengan gagal ginjal dan jantung.

Berikan / batasi cairan sesuai indikasi


Manajemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari semua sumber di tambah perkiraan kehilangan yang tidak tampak( metabolisme, diaforosies ). Gagal ginjal prerenal ( azotemia ) diatasi dengan penggantian cairan dan / atau vasopresor. Klien dengan oliguria dengan volume sirkulasi adekuat atau kelebihan cairan yang tidak responsif terhadap pembatasan cairan dan diuretik memerlukan dialisis.

Berikan obat sesuai indikasi :

Diuretik, contoh : furosemid( Lasix ), manitol ( Osmitrol ) ;

Antihipertensif, contoh : klonidin( Catapres ), metildopa( Aldomet ), prazodin ( Minipres )


Diberikan dini pada fase oliguria pada gagal ginjal akut pada upaya mengubah ke fase non oliguria, untuk melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan hiperkalemia, dan meningkatkan volume urine adekuat.

Mungkin diberikan untuk mengatasi hipertensi dengan efek kebalikan dari penurunan aliran darah ginjal,dan / atau kelebihan volume sirkulasi.

Masukkan / pertahankan kateter tidak menetap, sesuai indikasi


Kateterisasi mengeluarkan obstruksi saluran bawah dan memberikan rata – rata pengawasan akurat terhadap pengeluaran urine selama fase akut. Namun kateter tidak menetap dapat di kontra indikasikan sehubungan dengan tingginya resiko infeksi..

Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi


Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidak seimbangan elektrolit, asam / basa dan untuk menghilangkan toksin.

2.Resiko tinggi terhadap menurunnya curah jantung.

Faktor resiko meliputi:


Kelebihan cairan ( disfungsi / gagal ginjal, kelebihan pemberian cairan )

Perpindahan cairan, defisit cairan( kehilangan berlebihan )

Ketidak seimbangan elektrolit ( kalium, kalsium ); asidosis berat.

Efek uremik pada otot jantung / oksigenasi.

Kemungkinan dibuktikan oleh:


{ tidak dapat diterapkan, adanya tanda – tanda dan gejala – gejala membuat diagnosa aktual }

Hasil yang diharapkan /

Kriteria evaluasi :


Memepertahankan curah jantung dibutuhkan oleh TD dan denyut jantung / irama jantung dalam batas normal ; nadi perifer kuat, sama dengan waktu pengisian kapiler.

TINDAKAN / INTERVENSI


RASIONAL

Mandiri


Awasi TD dan frekuensi jantung


Kelebihan volume cairan disertai dengan hipertensi ( sering terjadi pada gagal ginjal ) dan efek uremia, meningkatkan kerja jantung dan dapat menimbulkan gagal jantung. Pada gagal ginjal akut dan gagal jantung biasanya dapat kembali.

Observasi EKG atau telemetri untuk perubahan irama


Perubahan pada fungsi elektromekanis dapat menjadi bukti pada respons terhadap berlanjutnya gagal ginjal / akumulasi toksin dan ketidak seimbangan elektrolit. Contoh : hiperkalemia dihubungkan dengan puncak gelombang T, QRS lebar, memanjangnya interval PR, datar / tidak adanya gelombang P. hiperkalemia dihubungkan dengan adanya gelombang U. memanjangnya interval QT dapat menunjukkan defisit kalsium.

Auskultasi bunyi jantung


Terbentuknya S3 dan S4 menunjukkan kegagalan. Friksi gesekan perikardial mungkin hanya manifestasi perikarditis uremik, memerlukan upaya intervensi / kemungkinan dialisis akut.

Kaji warna kulit, membran mukosa dan dasar kuku. Perhatikan waktu pengisian kapiler


Pucat mungkin menunjukkan vasokontriksi atau anemia. Sianosis mungkin berhubungan dengan kongesti paru dan / atau gagal jantung

Perhatikan terjadinya nadi lambat, hipotensi, kemerahan, mual / muntah dan penurunan tingkat kesadaran( depresi SSP ).


Penggunaan obat ( contoh : antasida ) mengandung magnesium dapat mengakibatkan hipermagnesemia, potensial disfungsi neuromuskuler dan resiko henti napas / jantung.

Selidiki laporan kram otot, kebas / kesemutan pada jari, dengan kejang otot, hiperfleksia.


Neuromuskuler indikator hipokalemia, yang dapat juga mempengaruhi kontraktilitas dan fungsi jantung.

Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat adekuat dan berikan bantuan dengan perawatan dan aktivitas yang diinginkan


Menurunkan konsumsi oksigen / kerja jantung.

Kolaborasi


Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh :

Kalium ;

Kalsium ;

Magnesium ;


Selama fase oliguria, hiperkalemia dapat terjadi tetapi menjadi hipokalemia pada fase diuretik atau perbaikan. Nilai kalium berhubungan dengan EKG mengubah intervensi yang diperlukan.

Catatan : kadar serum 6,5 mEq atau lebih besar memerlukan tindakan darurat.

Selain efek pada jantung defisit kalsium meningkatkan efek toksik kalium.

Dialisis atau pemberian kalsium diperlukan untuk melawan efek depresif SSP dari peningkatan kadar magnesium serum..

Berikan / batasi cairan sesuai indikasi


Curah jantung tergantung pada volume sirkulasi ( dipengaruhi oleh kelebihan dan kekurangan cairan ) dan fungsi otot miokardial.

Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi


Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardial untuk menurunkan kerja jantung dan hipoksia seluler.

Berikan obat sesuai indikasi :

Agen inotropik, contoh ; digoksin ( Lanoxin )

Kalsium glukonat ;

Jel aluminium hidriksida( amphojel, Basal gel )

Cairan glukosa / insulin ;

Natrium bikarbonat atau natrium sitrat ;

Natrium polisitiren sulfonat( kayexalate ) dengan / tanpa sorbitol ;


Digunakan untuk memperbaiki curah jantung dengan meningkatkan kontraktilitas miokardial dan volume sekuncup. Dosis tergantung pada fungsi ginjal dan keseimbangan kalium untuk memperoleh efek terapeutik tanpa toksisitas.

Kalsium glukonat sering rendah tetapi biasanya tidak memerlukan pengobatan khusus pada gagal ginjal akut. Bila pengobatan diperlukan , kalsium glukonat mungkin diberikan untuk mengatasi hipokalemia dan untuk mengeluarkan efek hiperkalemia dengan memperbaiki iritabiltas jantung..

Peningkatan kadar fosfat dapat terjadi sebagai akibat dari gagal GF dan memerlukan penggunaan antasida ikatan fosfat untuk membatasi absorpsi fosfat dari traktus GI

Tindakan sementara untuk menurunkan kalium serum dengan mengendalikan kalium ke dalam sel bila irama jantung berbahaya.

Mungkin digunakan untuk memperbaiki asidosis atau hiperkalemia ( dengan peningkatan pH serum ) bila klien asidosis berat dan tidak kelebihan cairan.

Pertukaran resin yang menukar natrium untuk kalium pada traktus GI untuk menurunkan kadar kalium serum. Sorbitol mungkin termasuk penyebab diare osmotik dapat membantu eksresi kalium.

Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi


Diindikasikan untuk disritmia menetap, gagal jantung progresif yang tidak responsif terhadap terapi lain

3.Resiko tinggi terhadap Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Faktor resiko meliputi:


Katabolisme protein ; pembatasan diet untuk menurunkan produk sisa nitrogen

Peningkatan kebutuhan metabolik

Anoreksi, mual / muntah, ulkus mukosa mulut

Kemungkinan dibuktikan oleh:


{ tidak dapat diterapkan, adanya tanda – tanda dan gejala – gejala membuat diagnosa aktual }

Hasil yang diharapkan /

Kriteria evaluasi :


Mempertahankan / meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu, bebas edema

TINDAKAN / INTERVENSI


RASIONAL

Mandiri


Kaji catat pemasukan diet


Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik ( contoh ; mual, anoreksia, gangguan rasa ) dan pembatasan diet multipel mempengaruhi pemasukan makanan

Berikan makanan sedikit tapi sering


Meminimalkan anoreksia dan mual berhubungan dengan status uremik / menurunnya peristaltik.

Berikan kepada klien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan dan dorong terlibat pada pilihan menu.


Memberikan klien tindakan kontrol dalam pebatasan diet. Makanan dari rumah dapat meningkatkan nafsu makan.

Tawarkan perawatan mulut sering / cuci dengan larutan ( 25 % ) cairan asam asetat. Berikan permen karet, permen keras atau penyegar mulut diantara makan


Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, meminyaki dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan membatasi pemasukan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan amonia yang dibentuk oleh perubahan urea.

Timbang berat badan tiap hari


Klien yang puasa, katabolik akan secara fisiologis normla kehilangan 0,2 – o,5 kg/hari. Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbanbangan cairan.

Kolaborasi


Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : BUN, albumin serum, transferin,natrium dan kalium


Indikator kebutuhan nutrisi. Pembatasandan kebutuhan efektivitas terapi

Konsul dengan ahli gizi / tim pendukung nutrisi


Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan, dan mengidentifikasi rute paling efektif dan produknya. Contoh ; tambahan oral, makanan selang, hiperalimentasi.

Batasi kalium, natrium dan pemasukan fosfat sesuai indikasi


Pembatasan elektrolit ini diperlukan untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut, khususnya bila dialisis tidak menjadi bagian pengobatan, dan / atau selama fase penyembuhan gagal ginjal akut.

Berikan kalori tinggi, diet rendah / sedang protein. Termasuk kompleks karbohidrat dan sumber lemak untuk memenuhi kebutuhan kalori ( hindari sumber gula pekat )


Jumlah protein eksogen yang dibutuhkan kurang dari normal, kecuali pada klien dialisis. Karbohidrat memenuhi kebutuhan energi dan membatasi jaringan katabolisme, mencegah pembentukan asam keto dari oksidasi protein dan lemak. Intoleran karbhidrat menunjukkan diabetes mellitus dapat terjadi pada gagal ginjal berat. Asam amino esensial memperbaiki keseimbangan dan status nutrisi.

Berikan obat sesuai indikasi :

Sediaan besi ;

Kalium ;

Vitamin D ;

Vitamin B kompleks ;

Antiemetik, contoh proklorperazin ( Compazine ), trimetobenzamid( Tigan ) ;


Defisiensi besi dapat terjadi bila protein dibatasi, klien anemik atau gangguan fungsi GI.

Memperbaiki kadar normal serum untuk memperbaiki fungsi jantung dan neuromuskuler, pembekuan darah dan metobolisme tulang.

Perlu untuk memudahkan absorbsi kalsium dan traktus GI

Vital sebagai koenzim pada pertumbuhan sel dan kerjanya. Pemasukan diturunkan untuk pembatasan protein.

Diberikan untuk menghilangkan mual / muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.

4.Kelelahan.

Dapat dihubungkan dengan:


Penurunan produksi energi metabolik / pembatasan diet, anemia

Peningkatan kebutuhan energi, contoh : demam / inflamasi, regenerasi jaringan

Kemungkinan dibuktikan oleh:


Kekurangan energi

Ketidak mampuan untuk mempertahankan aktivitas biasa, penurunan penampilan

Letargi, tidak tertarik pada sekitar

Hasil yang diharapkan /

Kriteria evaluasi :


Melaporkan perbaikan rasa berenergi

Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan

TINDAKAN / INTERVENSI


RASIONAL

Mandiri


Evaluasi laporan kelelahan, kesulitan menyelesaikan tugas. Perhatikan kemampuan tidur / istirahat dengan tepat


Menentukan derajat ( berlanjutnya / perbaikan ) dari efek ketidak mampuan

Kaji kemampuan untuk berpartisifasi pada aktifitas yang diinginkan / dibutuhkan


Mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi

Identifikasi faktor stress / psikologis yang dapat memperberat


Mungkin mempunyai efek akumulatif( sepanjang faktor psikologis ) yangdapat diturunkan bila masalah dan takut diakui / diketahui.

Rencanakan periode istirahat adekuat


Mencegah kelelahan berlebihan dan menyimpan energi untuk penyembuhan, regenerasi jaringan.

Berikan bantuan dalam aktivitas sehari – hari dan ambulasi


Mengubah energi, memungkinkan berlanjutnya aktivitas yang dibutuhkan / normal. Memberikan keamanan pada klien.

Tingkatkan tingkat partisipasi sesuai toleransi klien


Meningkatkan rasa membaik / meningkatkan kesehatan, dan membatasi frustasi.

Kolaborasi


Awasi kadar elektrolit termasuk kalsium, magnesium dan kalium


Ketidak seimbangan dapat mengganggu fungsi neuromuskular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi untuk menyelesaikan tugas dan potensial perasaan lelah.

5.Resiko tinggi terhadap infeksi

Faktor resiko meliputi :


Depresi pertahanan imunologi ( sekunder terhadap uremia )

Prosedur invasif / alat ( contoh : kateter urine )

Perubahan pemasukan diet / malnutrisi.

Kemungkinan dibuktikan oleh:


{ tidak dapat diterapkan, adanya tanda – tanda dan gejala – gejala membuat diagnosa aktual }

Hasil yang diharapkan /

Kriteria evaluasi :


Tidak mengalami tanda / gejala infeksi

TINDAKAN / INTERVENSI


RASIONAL

Mandiri


Tindakan cuci tangan yang baik pada klien dan staf


Menurunkan resiko kontaminasi silang

Hindari prosedur invasif, instrumen dan manipulasi kateter tidak menetap, kapanpun mungkin, gunakan teknik aseptik bila merawat / mamanipulasi IV / area invasif. Ubah sisi / balutan per protokol. Perhatikan edema, dreinage purulen.


Membatasi introduksi ke dalam tubuh. Deteksi dini / pengobatan terjadinya infeksi dapat mencegah sepsis

Berikan perawatan kateter rutin dan tingkatkan perawatan perianal. Pertahanan sistem drainase urine tertutup dan lepaskan kateter tidak menetap sesegera mungkin


Menurunkan kolonisasi bakteri dan resiko ISK asenden.

Kaji integritas kulit


Eksresi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder

Dorong napas dalam, batuk dan pengubahan posisi sering


Mencegah atelektasis dan memobilisasi sekret untuk menurunkan resiko infeksi paru.

Awasi tanda vital


Demam dengan peningkatan nadi dan pernapasan adalah tanda peningkatan laju metabolik dari proses inflamasi, meskipun sepsis dapat terjadi tanpa respons demam.

Kolaborasi


Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : SDP dengan diferensial


Meskipun peningkatan SDP dapat mengindikasikan infeksi umum, leukositosis umum terlihat pada gagal ginjal akut dan dapat menunjukkan inflamasi / cedera pada ginjal, perpindahan diferensial ke kiri menunjukkan infeksi.

Ambil spesimen untuk kultur dan sensitivitas dan berikan antibiotik tepat sesuai indikasi.


Memastikan infeksi dan identifikasi organisme khusus, membantu pemilihan pengobatan infeksi paling efektif.

6.Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan

Faktor resiko meliputi :


Depresi pertahanan imunologi ( sekunder terhadap uremia )

Prosedur invasif / alat ( contoh : kateter urine )

Perubahan pemasukan diet / malnutrisi.

Kemungkinan dibuktikan oleh:


{ tidak dapat diterapkan, adanya tanda – tanda dan gejala – gejala membuat diagnosa aktual }

Hasil yang diharapkan /

Kriteria evaluasi :


Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang ; turgor kulit baik, membran mukosa lembab, nadi perifer teraba, berat badan dan tanda vital stabil dan elektrolit dalam batas normal.

TINDAKAN / INTERVENSI


RASIONAL

Mandiri


Ukur pemasukan dan pengeluaran dengan akurat. Hitung kehilangan tidak kasat mata


Membantu memperkirakan kebutuhan penggantian cairan. Pemasukan cairan harus memperkirakan kehilangan melalui urine, nasogastrik / drainase luka, dan kehilangan tidak kasat mata( contoh : keringat dan metabolisme ).

Catatan : beberapa sumber meyakini bahwa penggantian cairan tidak harus lebih dari 2/3 pengeluaran sehari sebelumnya untuk mencegah diuresis lama.

Berikan cairan yang diizinkan selama periode 24 jam


Fase diuretik gagal ginjal akut dapat berlanjut pada fase oliguria bila pemasukan cairan tidak dipertahankan atau terjadi dehidrasi nokturnal.

Awasi TD ( perubahan posturnal ) dan frekuensi jantung


Hipotensi ortostatik dan takikardia indikasi hivopolemia.

Perhatikan tanda / gejala dehidrasi, contoh : membran mukosa kering, sensori dangkal, haus, vasokontriksi perifer.


Pada fase diuretik gagal ginjal, haluaran urine dapat lebih dari 3 L/hari. Kekurangan volume cairan esktraseluler menyebabkan haus menetap, tidak hilang dengan minum air. Kehilangang cairan lanjut / penggantian tidak adekuat dapat menimbulkan status hivopolemik.

Kontrol suhu lingkungan ; batasi linen tempat tidur


Menurunkan diaforosis yang memperberat kehilangan cairan.

Kolaborasi


Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : natrium


Pada gagal ginjal akut nonoliguria atau fase diuretik. Gagal ginjal akut kehilangan urine besar dapat mengakibatkan natrium urine bekerja secara fisiologis osmotik untuk meningkatkan kehilangan cairan. Pembatasan natrium diindikasikan untuk memutuskan siklus.

7.Kurang pengetahuan tentang kondisi,prognosis dan kebutuhan pengobatan

Dapat dihubungkan dengan:


Kurang terpajan / mengingat

Salah interpretasi informasi

Tidak mengenal sumber informasi

Kemungkinan dibuktikan oleh:


Pertanyaan / permintaan informasi, pernyataan salah konsep.

Tidak akurat mengikuti instruksi, terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.

Hasil yang diharapkan /

Kriteria evaluasi :


Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit, prognosis dan pengobatan.

Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala proses penyakit dan gejala yang berhubungan dengan faktor penyebab.

Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi pada program pengobatan.

TINDAKAN / INTERVENSI


RASIONAL

Mandiri


Kaji ulang proses penyakit, prognosis dan faktor pencetus bila diketahui


Memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan informasi

Jelaskan tingkat fungsi ginjal setelah episode akut berlalu


Klien dapat mengalami defek sisa pada fungsi ginjal yang mungkin sementara.

Diskusikan dialisis ginjal atau transplantasi bila ini merupakan bagian yang mungkin akan dilakukan di masa yang akan datang


Meskipun bagian ini akan diberikan sebelumnya oleh dokter, klien boleh mengetahui dimana keputusan harus dibuat dan mungkin memerlukan masukan tambahan.

Kaji ulang rencana diet / pembatasan,. Termasuk lembar daftar makanan yang dibatasi.


Nutrisi yang adekuat perlu untuk meningkatkan penyembuhan regenerasi jaringan dan kepatuhan pada pembatasan dapat mencegah komplikasi.

Dorong klien untuk mengobservasi karakteristik urine dan jumlah / frekuensi pengeluaran


Perubahan dapat menunjukkan gangguan fungsi ginjal / kebutuhan dialisis

Buat jadwal teratur untuk penimbangan


Alat yang berguna untuk pengawasan status cairean dan kebutuhan diet.

Kaji ulang pemasukan dan pembatasan. Ingatkan klien untuk membagi cairan selama sehari dan termasuk semua cairan ( contoh : es ) pada jumlah cairan sehari.


Tergantung pada penyebab gagal ginjal akut ( klien dapat memerlukan pembatasan atau peningkatan pemasukan cairan.

Identifikasi gejala yang memerlukan intervensi medik, contoh : penurunan pengeluaran urine, peningkatan berat badan tiba – tiba, adanya edema, letargi, perdarahan, tanda infeksi dan gangguan mental


Upaya evaluasi dan intervensi dapat mencegah komplikasi berlanjutnya gagal ginjal akut serius.

CA PARU

A. PENGERTIAN.
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).

B. ETIOLOGI.
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :
1. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.

3. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).

5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.

Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.

Predisposisi Gen supresor tumor
Inisitor

Delesi/ insersi
Promotor

Tumor/ autonomi
Progresor

Ekspansi/ metastasis

6. Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001).

C. KLASIFIKASI.
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru – paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f. Lain – lain.
1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2). Tumor kelenjar bronchial.
3). Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5). Sarkoma
6). Tak terklasifikasi.
7). Mesotelioma.
8). Melanoma.
(Price, Patofisiologi, 1995).

D. MANIFESTASI KLINIS.
1. Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2. Gejala umum.
a. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
b. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.

E. STADIUM.
Tabel Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru – paru: 1986 American Joint Committee on Cancer.
Gambarn TNM Defenisi
Tumor primer (T)
T0
Tx

TIS
T1

T2

T3

T4

Kelenjar limfe regional (N)
N0

N1

N2

N3

Metastasis jauh (M)
M0
M1

Kelompok stadium
Karsinoma tersembunyi TxN0M0

Stadium 0 TISN0M0
Stadium I T1N0M0
T2N0M0

Stadium II T1N1M0
T2N1M0

Stadium IIIa T3N0M0
T3N0M0

Stadium IIIb Setiap T N3M0
T4 setiap NM0

Stadium IV Setiap T, setiap N,M1
Tidak terbukti adanya tumor primer
Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus tetapi tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi
Karsinoma in situ
Tumor dengan diameter ≤ 3 cm dikelilingi paru – paru atau pleura viseralis yang normal.
Tumor dengan diameter 3 cm atau dalam setiap ukuran dimana sudah menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan atelektasis yang meluas ke hilus; harus berjarak 2 cm distal dari karina.
Tumor dalam setiap ukuran dengan perluasan langsung pada dinding dada, diafragma, pleura mediastinalis, atau pericardium tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra; atau dalam jarak 2 cm dari karina tetapi tidak melibat karina.
Tumor dalam setiap ukuran yang sudah menyerang mediastinum atau mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, koepua vertebra, atau karina; atau adanya efusi pleura yang maligna.

Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar limfe regional.
Metastasis pada peribronkial dan/ atau kelenjar – kelenjar hilus ipsilateral.
Metastasis pada mediastinal ipsi lateral atau kelenjar limfe subkarina.
Metastasis pada mediastinal atau kelenjar – kelenjar limfe hilus kontralateral; kelenjar – kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.

Tidak diketahui adanya metastasis jauh
Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu (seperti otak).

Sputum mengandung sel – sel ganas tetapi tidak dapat dibuktikan adanya tumor primer atau metastasis.
Karsinoma in situ.
Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 tanpa adanya bukti metastasis pada kelenjar limfe regional atau tempat yang jauh.
Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 dan terdapat bukti adanya metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral.
Tumor termasuk klasifikasi T3 dengan atau tanpa bukti metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral; tidak ada metastasis jauh.
Setiap tumor dengan metastasis pada kelenjar limfe hilus tau mediastinal kontralateral, atau pada kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular; atau setiap tumor yang termasuk klasifikasi T4 dengan atau tanpa metastasis kelenjar limfe regional; tidak ada metastasis jauh.
Setiap tumor dengan metastsis jauh.

Sumber: (Price, Patofisiologi, 1995).

F. PATOFISIOLOGI.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

H. PENATALAKSANAAN.
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :

a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)

1. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
1. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
2. Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
3. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
4. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.

5. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).
6. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
3. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER PARU.
1. PENGKAJIAN.
a. Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).

1). Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2). Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.
3). Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan
Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4). Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)
5). Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan.
Kesulitan menelan
Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6). Nyeri/ kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu
pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.

7). Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau
produksi sputum.
Nafas pendek
Pekerja yang terpajan polutan, debu industri
Serak, paralysis pita suara.
Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).
Hemoptisis.
8). Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9). Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel
besar)
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
10). Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis
Kegagalan untuk membaik.

b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
- Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.
- Frekuensi dan irama jantung.
- Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht).
- Pemantauan tekanan vena sentral.
- Status nutrisi.
- Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi.
- Kondisi dan karakteristik water seal drainase.

1). Aktivitas atau istirahat.
Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
2). Sirkulasi.
Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.
3). Eliminasi.
Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine
Bisng usus, samara atau jelas.
4). Makanan dan cairan.
Gejala : Mual atau muntah
5). Neurosensori.
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi.
6). Nyeri dan ketidaknyamanan.
Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri
Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi
Atau efek – efek anastesi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN.
a. Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).

1). Kerusakan pertukaran gas
Dapat dihubungkan :
Hipoventilasi.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.
Intervensi :
a) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas.
b) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor.
c) Kaji adanmya sianosis
Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif.
d) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.

e) Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.

2). Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Dapat dihubungkan :
- Kehilangan fungsi silia jalan nafas
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.
- Meningkatnya tahanan jalan nafas
Kriteria hasil :
- Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.
Intervensi :
a) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
b) Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.
Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.
c) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum.
Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.

d) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.

3). Ketakutan/Anxietas.
Dapat dihubungkan :
- Krisis situasi
- Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati.
- Faktor psikologis.
Kriteria hasil :
- Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.
- Mengakui dan mendiskusikan takut.
- Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.
- Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.

b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.
Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.
d) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.
e) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.
Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.

4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang informasi.
- Kesalahan interpretasi informasi.
- Kurang mengingat.
Kriteria hasil :
- Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.
- Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
- Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.
- Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.
Intervensi :
a) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi dalam cara yang jelas/ ringkas.
Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/ tugas baru.
b) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat
Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.
c) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan kalori tinggi.
Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.
d) Berikan pedoman untuk aktivitas.
Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi periode istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.

b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Kerusakan pertukaran gas.
Dapat dihubungkan :
- Pengangkatan jaringan paru
- Gangguan suplai oksigen
- Penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
- Bebas gejala distress pernafasan.

Intervensi :
a) Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan otot bantu, nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa.
Rasional : Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru.
b) Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal.
Rasional : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi normal pada pasien pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada lobus yang masih ada.
c) Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan penggunaan alat
Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi, menggangu pertukaran gas.
d) Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai posisi miring.
Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.
e) Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat.
Rasional : Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah atelektasis.

2). Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan :
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret
- Keterbatasan gerakan dada/ nyeri.
- Kelemahan/ kelelahan.

Kriteria hasil :
Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi nafas jelas, dan pernafasan tak bising.

Intervensi :
a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret.
Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi jalan nafas.
b) Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat.
c) Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret.
Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna / berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
d) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret.
3). Nyeri (akut).
Dapat dihubungkan :
- Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.
- Adanya selang dada.
- Invasi kanker ke pleura, dinding dada
Kriteria hasil :
- Melaporkan neyri hilang/ terkontrol.
- Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0 – 10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.
b) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.
Rasional : Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi.
c) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
d) Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri.
Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
e) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi
Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
4). Anxietas.
Dapat dihubungkan:
- Krisis situasi
- Ancaman/ perubahan status kesehatan
- Adanya ancman kematian.
Kriteria hasil :
- Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah
- Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat
- Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
Intervensi :
a) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.
Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
b) Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.
c) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan emebuka cara penyelesaiannya.
d) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interpretasi terhadap informasi..
e) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan.
Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien yang merasa tek berdaya dalam menerima pengobatan dan diagnosa.
f) Berikan kenyamanan fiik pasien.
Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap.
5). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber
- Salah interperatasi informasi.
- Kurang mengingat
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan.
- Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut.
- Berpartisipasi dalam proses belajar.
- Melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi :
a) Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang diharapkan.
Rasional : Memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk belajar lanjut tentang manajemen di rumah. Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan informasi penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan berdasarkan informasi.
b) Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan dengan memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari penyembuhan.
Rasional : Lamanya rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe pembedahan, kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat komplikasi.
c) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang.
Rasional : Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan umum penting sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal. Juga memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/ pertanyaan pada waktu yang sedikit stres.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta
Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Holistik, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CHF

A. Definisi
Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer & Bare, 2001).

B. Etiologi
 Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi
 Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
 Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
 Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
 Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load
 Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam 4 kelainan fungsional :
I. Timbul sesak pada aktifitas fisik berat
II. Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang
III. Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan
IV. Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat

C. Patofisiologi
Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan metabolisme dengan menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi untuk mempertahankan kardiak output, yaitu meliputi :
a. Respon system saraf simpatis terhadap barroreseptor atau kemoreseptor
b. Pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan terhadap peningkatan volume
c. Vaskontriksi arterirenal dan aktivasi system rennin angiotensin
d. Respon terhadap serum sodium dan regulasi ADH dan reabsorbsi terhadap cairan
Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya volume darah sirkulasi yang dipompakan untuk melawan peningkatan resistensi vaskuler oleh pengencangan jantung. Kecepatan jantung memperpendek waktu pengisian ventrikel dari arteri coronaria. Menurunnya COP dan menyebabkan oksigenasi yang tidak adekuat ke miokardium. Peningkatan dinding akibat dilatasi menyebabkan peningkatan tuntutan oksigen dan pembesaran jantung (hipertrophi) terutama pada jantung iskemik atau kerusakan yang menyebabkan kegagalan mekanisme pemompaan.

D. Pathways
Disfungsi miocard beban sistol kebutuhan metabolisme
Kontraktilitas preload beban kerja jantung
Hambatan pengosongan ventrikel
Beban jantung
Gagal jantung kongestif
Gagal pompa ventrikel
Forward failuer back ward failure
Curah jantung ( COP) Tekanan vena pulmo
Suplai drh kejaringan renal flow tekanan kapiler paru
Nutrisi & O2 sel pelepasan RAA edema paru
Metabolisme sel retensi Na & air Gg. Pertukaran gas
Lemah & letih edema
Intoleransi aktifitas kelebihan volume cairan

E. Tanda dan Gejala
Tanda dominan :
Meningkatnya volume intravaskuler
Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
Gagal Jantung Kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang dating dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
 Dispnea, Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND)
 Batuk
 Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi
 karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk
 Kegelisahan atau kecemasan, Terjadi karena akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik
Gagal jantung Kanan :
 Kongestif jaringan perifer dan visceral
 Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema pitting, penambahan BB.
 Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena hepar
 Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen
 Nokturia
 Kelemahan

F. Pemeriksaan Diagnostik
 Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF
 EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi (jika disebabkan AMI), Ekokardiogram
 Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, K, Na, Cl, Ureum, gula darah

G. Penatalaksanaan
Terapi Non Farmakologis
 Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
 Oksigenasi
 Dukungan diit : pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol atau menghilangkan oedema.
Terapi Farmakologis :
-. Glikosida jantung
Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung.
Efek yang dihasillkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diurisi dan mengurangi oedema.
- Terapi diuretic, diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia
- Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadasi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
H. Proses keperawatan
1. Pengkajian
• Pengkajian Primer
 Airway :
batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot pernafasan, oksigen, dll
 Breathing :
Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal
 Circulation :
Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katub jantung, anemia, syok dll. Tekanan darah, nadi, frekuensi jantung, irama jantung, nadi apical, bunyi jantung S3, gallop, nadi perifer berkurang, perubahan dalam denyutan nadi juguralis, warna kulit, kebiruan punggung, kuku pucat atau sianosis, hepar ada pembesaran, bunyi nafas krakles atau ronchi, oedema
• Pengkajian Sekunder
 Aktifitas/istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah saat beraktifitas.
 Integritas ego : Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung
 Eliminasi
Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada malam hari, diare / konstipasi
 Makanana/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB signifikan. Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam penggunaan diuretic distensi abdomen, oedema umum, dll
 Hygiene : Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
 Neurosensori
Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
 Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah
 Interaksi social : penurunan aktifitas yang biasa dilakukan
2. Diagnosa Keperawatan
 Penurunan perfusi jaringan b.d menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli, kemungkinan dibuktikan oleh:
- Daerah perifer dingin, Nyeri dada
- EKG elevasi segmen ST dan Q patologis pada lead tertentu.
- RR lebih dari 24 kali per menit, Nadi  100 X/menit
- Kapiler refill lebih dari 3 detik
- Gambaran foto toraks terdapat pembesaran jantung dan kongestif paru
- HR lebih dari 100X/menit, TD  120/80 mmHg, AGD dengan : pa O2  80 mmHg, pa CO2  45 mmHg dan saturasi  80 mmHg.
- Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan :
Gangguan perfusi jaringan berkurang atau tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan
Kriteria :
Daerah perifer hangat, tidak sianosis,gambaran EKG tak menunjukkan perluasan infark, RR 16-24 X/mnt, clubbing finger (-), kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-100X/mnt, TD 120/80 mmHg.
Rencana Tindakan :
- Monitor frekuensi dan irama jantung
- Observasi perubahan status mental
- Observasi warna dan suhu kulit/membran mukosa
- Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
- Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai indikasi
- Pantau pemeriksaan diagnostik dan lab. Missal EKG, elektrolit, GDA (pa O2, pa CO2 dan saturasi O2), dan pemeriksaan oksigen

 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret
Tujuan :
Jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS.
Kriteria hasil :
Tidak sesak nafas, RR normal (16-24 X/menit) , tidak ada secret, suara nafas normal
Intervensi :
- Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan.
- Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan/tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan missal krakles, ronchi, dll
- Lakukan tindakan untuk memperbaiki/mempertahankan jalan nafas misal batuk, penghisapan lendir, dll
- Tinggikan kepala / mpat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
- Kaji toleransi aktifitas misal keluhan kelemahan/kelelahan selama kerja

 Kemungkinan terhadap kelebihan volume cairan ekstravaskuler b.d penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma ( menyerap cairan dalam area interstisial / jaringan
Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan selama di rawat di RS
Kriteria :
Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan darah dalam batas normal, tidak ada distensi vena perifer/vena dan oedema dependen, paru bersih dan BB ideal (BB ideal = TB – 100  10%)
Intervensi :
- Ukur masukan/haluaran, catat penurunan, pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan
- Observasi adanya oedema dependen
- Timbang BB tiap hari
- Pertahankan masukan cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
- Kolaborasi : pemberian diit rendah natrium, berikan diuretic
- Kaji JVP setelah terapi diuretic
- Pantau CVP dan tekanan darah
 Pola nafas tidak efektif b.d penurunan volume paru, hepatomegali, splenomegali, kemungkinan dibuktikan oleh : perubahan kedalaman dan kecepatan pernafasan, gangguan pengembangan dada, GDA tidak normal.
Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatab selama di RS, RR normal, tidak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan dan GDA normal.
Intervensi :
- Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi dan kespansi dada
- Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu nafas
- Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan
- Tinggikan kepala dan Bantu untuk mencapai posisi yang senyaman mungkin.
- Kolaborasi pemberian oksigen dan pemeriksaan GDA.
 Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antar suplai oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miokard, kemungkinan dibuktikan oleh : gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam katifitas, terjadinya disritmia dan kelemahan umum.
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan.
Kriteria :
Frekuensi jantung 60-100 X/mnt, TD 120/80 mmHg
Intervensi :
- Catat frekuensi jantung, irama dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
- Tingkatkan istirahat (ditempat tidur)
- Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat
- Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan

DAFTAR PUSTAKA

1. Doengoes, Marilyn C, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3 Jakarta: EGC, 1999
2. Hudak, Gallo, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Edisi IV, Jakarta, EGC: 1997
3. Price, Sylvia, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi 4, Jakarta: EGC, 1999
4. Smeltzer, Bare, Buku Ajar keperawatan Medical Bedah, Bruner & Suddart, Edisi 8, Jakarta, EGC, 2001

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DHF

A. Pengertian
DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk AEDES ( AEDES ALBOPICTUS dan AEDES AEGEPTY )

B. Penyebab
Penyebab DHF adalah Arbovirus ( Arthropodborn Virus ) melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dn Aedes Aegepty )

C. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala penyakit DHF adalah :
- Meningkatnya suhu tubuh
- Nyeri pada otot seluruh tubuh
- Suara serak
- Batuk
- Epistaksis
- Disuria
- Nafsu makan menurun
- Muntah
- Ptekie
- Ekimosis
- Perdarahan gusi
- Muntah darah
- Hematuria masih
- Melena

D. Klasifikasi DHF menurut WHO
Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan ( uju tourniquet positif )

Derajat II
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.

Derajat III
Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( 20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi )

Derajat IV
Nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur

Pemeriksaan Diagnostik
- Darah Lengkap = Hemokonsentrasi ( Hemaokrit meningkat 20 % atau lebih ) Thrombocitopeni ( 100. 000/ mm3 atau kurang )
- Serologi = Uji HI ( hemaaglutinaion Inhibition Test )
- Rontgen Thorac = Effusi Pleura

E. Pathways

F. Penatalaksanaan
 Medik
A. DHF tanpa Renjatan
- Beri minum banyak ( 1 ½ – 2 Liter / hari )
- Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres
- Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak 1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak 1th diberikan 5 mg/ kg BB.
- Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat

B. DHF dengan Renjatan
- Pasang infus RL
- Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 – 30 ml/ kg BB )
- Tranfusi jika Hb dan Ht turun
 Keperawatan
1. Pengawasan tanda – tanda Vital secara kontinue tiap jam
- Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
- Observasi intik output
- Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter – 2 liter per hari, beri kompres
- Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
- Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri o2 pengawasan tanda – tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.

2. Resiko Perdarahan
- Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
- Catat banyak, warna dari perdarahan
- Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal

3. Peningkatan suhu tubuh
- Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
- Beri minum banyak
- Berikan kompres

F. Asuhan Keperawatan pada pasien DHF
Pengkajian
- Kaji riwayat Keperawatan
- Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, tanda perdarahan , mual muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hai, nyeri otot dan tanda – tanda renjatan ( denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab, terutama pada ekstremitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran )

Diagnose Keperawatan
1. Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler , perdarahan, muntah, dan demam
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan
4. Hiertermi berhubungan dengan proses infeksivirus
5. Perubahan proses proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak

Perencanaan
1. Anak menunjukkan tanda – tanda terpenuhinya kebutuhan cairan
2. Anak menunjukkan tanda – tanda perfusi jaringan perifer yang adekwat
3. Anak menunjukkan tanda – tanda vital dalam batas normal
4. Keluarga menunjukkan kekoping yang adaptif
Implementasi
1. Mencegah terjadinya kekurangan volume cairan
- Mengobservasi tanda – tanda vital paling sedikit setiap 4 jam
- Monitor tanda – tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor tidak elastis, ubun – ubun cekung, produktie urin menurun
- Mengobservasi dan mencatat intake dan output
- Memberikan hidrasi yang adekwat sesuai dengan kebutuhan tubuh
- Memonitor nilai laboratorium : elektrolit / darah BJ urin , serum tubuh
- Mempertahankan intake dan output yang adekwat
- Memonitor dan mencatat berat badan
- Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
- Mengurangi kehilangan cairan yang tidak telihat ( insesible water loss / IWL )

2. Perfusi jaringan Adekwat
- Mengkaji dan mencatat tanda – tanda Vital ( kualitas dan Frekwensi denyut nadi, tekanan darah , Cappilary Refill )
- Mengkaji dan mencatat sirkulasi pada ektremitas ( suhu , kelembaban dan warna )
- Menilai kemungkinan terjadinya kematian aringan pada ekstremitas seperti dingin , neri , pembengkakan kaki )

3. Kebutuhan nutrisi adekwat
- Ijinka anak memakan makanan yang dapa ditoleransi anak. Rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
- Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
- Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering
- Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
- Mempertahankan kebersihan mulut pasien
- Menjelaskan pentingnya intake nutirisi yang adekwat untuk penyembuhan penyakit

4. Mempertahankan suhu tubuh normal
- Ukur tanda – tanda vital suhu tubuh
- Ajarkan keluarga dala pengukuran suhu
- Lakukan “ tepid sponge” ( seka ) dengan air biasa
- Tingkatkan intake cairan
- Berikan terapi untuk menurunkan suhu
5. Mensupport koping keluarga Adaptif
- mengkaji perasaan dn persepsi orang tua atau anggota keluarga terhadap situasi yang penuh stress
- Ijinkan orang tua dan keluarga untuk memberikan respon secara panjang lebar dan identifikasi faktor yang paling mencmaskan keluarga
- Identifikasikan koping yang biasa digunakan dn seberapa besar keberhasilannya dalam mengatasi keadaan

G. Pencegahan DHF
Menghindari atau mencegah berkembangnya nyamuk Aedes Aegepty dengan cara:
- Rumah selalu terang
- Tidak menggantung pakaian
- Bak / tempat penampungan air sering dibersihkan dan diganti airnya minimal 4 hari sekali
- Kubur barang – barang bekas yang memungkinkan sebagai tempat terkumpulnya air hujan
- Tutup tempat penampungan air
Perencanaan pemulangan dan PEN KES
- Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktifitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
- Jelaskan terapi yang diberikan, dosis efek samping
- Menjelaskan gejala – gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala
- Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan
DAFTAR PUSTAKA
Buku ajar IKA infeksi dan penyakit tropis IDAI Edisi I. Editor : Sumarmo, S Purwo Sudomo, Harry Gama, Sri rejeki Bag IKA FKUI jkt 2002.
Christantie, Effendy. SKp, Perawatan Pasien DHF. Jakarta, EGC, 1995
Prinsip – Prinsip Keperawatan Nancy Roper hal 269 – 267

DIABETES MELLITUS

A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

B. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

C. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

D. Patofisiologi/Pathways

Defisiensi Insulin

glukagon↑ penurunan pemakaian
glukosa oleh sel

glukoneogenesis hiperglikemia

lemak protein glycosuria

ketogenesis BUN↑ Osmotic Diuresis

ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi

↓ pH Hemokonsentrasi

Asidosis Trombosis

Aterosklerosis

E. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler

< 100 <80 <110 200 >200

>126
>110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

H. Pengkajian
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
 Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
 Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

 Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
 Integritas Ego
Stress, ansietas
 Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
 Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
 Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
 Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
 Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
 Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

I. Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Kekurangan volume cairan
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko terjadi injury

J. Intervensi
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
 Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
 Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
 Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
 Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
 Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
 Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
 Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
 Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
 Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
 Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
 Kolaborasi dengan ahli diet.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :
 Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
 Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
 Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
 Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
 Pantau masukan dan pengeluaran
 Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
 Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
 Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
 Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
 Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
 Kaji tanda vital
 Kaji adanya nyeri
 Lakukan perawatan luka
 Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
 Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :
 Hindarkan lantai yang licin.
 Gunakan bed yang rendah.
 Orientasikan klien dengan ruangan.
 Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
 Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi

DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002