Jumat, 16 Juli 2010

Asuhan Keperawatan Pielonefritis (Pyelonephritis)

A. Definisi

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).

Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)

B. Etiologi

1.

Bakteri (Escherichia coli, Klebsielle pneumoniac, Streptococus fecalis, dll). Escherichia coli merupakan penyebab 85% dari infeksi (www.indonesiaindonesia.com/f/10918-pielonefritis).
2.

Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat
3.

Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke dalam ureter.
4.

Kehamilan
5.

Kencing Manis
6.

Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk malawan infeksi.


C. Manifestasi Klinis

Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada beberapa kasus juga menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat.

Dapat terjadi kolik renalis, di mana penderita merasakan nyeri hebat yang desebabkan oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi. Bisa terjadi pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot perut berkontraksi kuat.

Pada pielonefritis kronis, nyerinya dapat menjadi samar-samar dan demam menjadi hilang timbul atau malah bisa tidak ditemukan demam sama sekali.


D. Pemeriksaan Penunjang

1.

Whole blood
2.

Urinalisis
3.

USG dan Radiologi
4.

BUN
5.

creatinin
6.

serum electrolytes


E. Komplikasi

Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):

*

Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
*

Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
*

Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.


Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437).

F. Penatalaksanaan

1.

Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:

*

Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.
*

Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine)
*

Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara progresif.


2. Penetalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:

*

Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.
*

Monitor Vital Sign
*

Melakukan pemeriksaan fisik
*

Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.
*

Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.
*

Memantau input dan output cairan.
*

Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes)
*

Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur pengobatan. Karna pada kasus kronis, pengobatan bertambah lama dan memakan banyak biaya yangdapat membuat psien berkecil hati


G. Patofisiologi

Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra. Flora normal fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E. coli menyebabkan sekitar 85% infeksi.

Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.


H. Diagnosa Keperawatan

a. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal.
b. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.

c. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
d. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.


I. Rencana Keperawatan

A. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal

Intervensi :
1)Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
Rasional :
Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh
2)Catat karakteristik urine
Rasional :
Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3)Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk mencegah stasis urine
4)Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
Rasional :
Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
5)Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
Rasional :
Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
6)Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
Rasional :
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra


B. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.

Intervensi :
1)Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional :
Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
2)Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
3)Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional :
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
4)Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
Rasional :
Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
5)Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
Rasional :
Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.


C. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.

Intervensi :
1)Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
Rasional :
Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2)Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
Rasional :
Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
3)Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk membantu klien dalam berkemih
4)Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
Rasional :
Analgetik memblok lintasan nyeri


D. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

Intervensi :
1)Kaji tingkat kecemasan
Rasional :
Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2)Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
3)Beri support pada klien
Rasional :
4)Beri dorongan spiritual
Rasional :
Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada klien
5)Beri penjelasan tentang penyakitnya
Rasional :
Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.


E. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.

Intervensi:

1) Pantau suhu

Rasional:

Tanda vital dapat menandakan adanya perubahan di dalam tubuh.

2) Pantau suhu lingkungan

Rasional:

Suhu ruangan dan jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal

3) Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik

Rasional:

Mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus

Askep Nefrotik Sindrom

1.Pengertian

Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Sindrom Nefrotik pada anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria massif hipoalbuminemia, hiperlipidemia yang disertai atau tidak disertai edema dan hiperkolestrolemia.

2.Anatomi fisiologi

a.Anatomi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra.
Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.
Pada fetus dan infan, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin kurang sehingga waktu dewasa menghilang.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat dimulai, filtrat adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80 % filtrat telah di absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotic dengan plasma darah pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih (Price,2001 : 785).
b.Fisiologi ginjal
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
1)Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
2)Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).

Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :
a)1-2 hari : 30-60 ml
b)3-10 hari : 100-300 ml
c)10 hari-2 bulan : 250-450 ml
d)2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
e)1-3 tahun : 500-600 ml
f)3-5 tahun : 600-700 ml
g)5-8 tahun : 650-800 ml
h)8-14 tahun : 800-1400 ml
3)Faal Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik.
4)Faal loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
5)Faal tubulus distalis dan duktus koligentes
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen. (Rauf, 2002 : 4-5).

3.Etiologi

Sebab pasti belum diketahui. Umunya dibagi menjadi :

a.Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal
b.Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glomerulonefrits kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa), amiloidosis, dan lain-lain.
c.Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)
(Arif Mansjoer,2000 :488)

4.Insiden

a.Insidens lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.
b.Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan
c.Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun
d.Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak
e.Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
f.Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. (Cecily L Betz, 2002)

5.Patofisiologi

a.Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
b.Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
c.Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma
d.Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)
e.Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217)

6.Manifestasi klinik

a.Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
b.Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
c.Pucat
d.Hematuri
e.Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
f.Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
g.Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002 : 335 ).

7.Pemeriksaan diagnostik

a.Uji urine
1)Protein urin – meningkat
2)Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
3)Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
4)Berat jenis urin – meningkat
b.Uji darah
1)Albumin serum – menurun
2)Kolesterol serum – meningkat
3)Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
4)Laju endap darah (LED) – meningkat
5)Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
c.Uji diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L, 2002 : 335).

8.Penatalaksanaan Medik

a.Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram/kgBB/hari
b.Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 – 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
c.Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut :
1)Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
2)Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu
d.Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi
e.Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital
(Arif Mansjoer,2000)

9.Komplikasi

a.Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.
b.Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
c.Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.
d.Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
(Rauf, .2002 : .27-28).

Konsep Dasar Keperawatan

Asuhan Keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah dan memulihkan kesehatan.
Proses Keperawatan merupakan susunan metode pemecahan masalah yang meliputi pengkajian keperawatan, identifikasi/analisa maslah (diagnosa Keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan profesional tenaga keperawatan (Hidayat,2004)

1.Pengkajian.
Pengkajian merupakan langkah awal dari tahapan proses keperawatan. Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian.
Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien anak dengan sindrom nefrotik (Donna L. Wong,200 : 550) sebagai berikut :
a.Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema
b.Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan penambahan berat badan saat ini, disfungsi ginjal.
c.Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik :
1) Penambahan berat badan
2) Edema
3) Wajah sembab :
a)Khususnya di sekitar mata
b)Timbul pada saat bangun pagi
c)Berkurang di siang hari
4) Pembengkakan abdomen (asites)
5) Kesulitan pernafasan (efusi pleura)
6) Pembengkakan labial (scrotal)
7) Edema mukosa usus yang menyebabkan :
a)Diare
b)Anoreksia
c)Absorbsi usus buruk
8) Pucat kulit ekstrim (sering)
9) Peka rangsang
10) Mudah lelah
11) Letargi
12) Tekanan darah normal atau sedikit menurun
13) Kerentanan terhadap infeksi
14) Perubahan urin :
a)Penurunan volume
b)Gelap
c)Berbau buah
d.Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian, misalnya analisa urine akan adanya protein, silinder dan sel darah merah; analisa darah untuk protein serum (total, perbandingan albumin/globulin, kolesterol), jumlah darah merah, natrium serum.
2.Penyimpanan Kebutuhan Dasar Manusia
3.Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas
a.Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga.
1)Tujuan
Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan (pasien mendapatkan volume cairan yang tepat)
2)Intervensi
b)Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran secara akurat.
Rasional : perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
c)Timbang berat badan setiap hari (ataui lebih sering jika diindikasikan).
Rasional : mengkaji retensi cairan
d)Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada umbilicus serta pantau edema sekitar mata.
Rasional : untuk mengkaji ascites dan karena merupakan sisi umum edema.
e)Atur masukan cairan dengan cermat.
Rasional : agar tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang dibutuhkan
f)Pantau infus intra vena
Rasional : untuk mempertahankan masukan yang diresepkan
g)Berikan kortikosteroid sesuai ketentuan.
Rasional : untuk menurunkan ekskresi proteinuria
h)Berikan diuretik bila diinstruksikan.
Rasional : untuk memberikan penghilangan sementara dari edema.
b.Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan, edema
1)Tujuan
Klien tidak menunjukkan kehilangan cairan intravaskuler atau shock hipovolemik yang diyunjukkan pasien minimum atau tidak ada
2)Intervensi
a)Pantau tanda vital
Rasional : untuk mendeteksi bukti fisik penipisan cairan
b)Kaji kualitas dan frekwensi nadi
Rasional : untuk tanda shock hipovolemik
c)Ukur tekanan darah
Rasional : untuk mendeteksi shock hipovolemik
d)Laporkan adanya penyimpangan dari normal
Rasional : agar pengobatan segera dapat dilakukan
c.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun, kelebihan beban cairan cairan, kelebihan cairan.
1)Tujuan
Tuidak menunjukkan adanya bukti infeksi
2)Intervensi
a)Lindungi anak dari kontak individu terinfeksi
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
b)Gunakan teknik mencuci tangan yang baik
Rasional : untuk memutus mata rantai penyebar5an infeksi
c)Jaga agar anak tetap hangat dan kering
Rasiona;l : karena kerentanan terhadap infeksi pernafasan
d)Pantau suhu.
Rasional : indikasi awal adanya tanda infeksi
e)Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi
Rasional : memberi pengetahuan dasar tentang tanda dan gejala infeksi
d.Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh.
1)Tujuan
Kulit anak tidak menunjukkan adanya kerusakan integritas : kemerahan atau iritasi
2)Intervensi
a)Berikan perawatan kulit
Rasional : memberikan kenyamanan pada anak dan mencegah kerusakan kulit
b)Hindari pakaian ketat
Rasional : dapat mengakibatkan area yang menonjol tertekan
c)Bersihkan dan bedaki permukaan kulit beberapa kali sehari
Rasional : untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit karena gesekan dengan alat tenun
d)Topang organ edema, seperti skrotum
Rasional : unjtuk menghilangkan aea tekanan
e)Ubah posisi dengan sering ; pertahankan kesejajaran tubuh dengan baik
Rasional : karena anak dengan edema massif selalu letargis, mudah lelah dan diam saja
f)Gunakan penghilang tekanan atau matras atau tempat tidur penurun tekanan sesuai kebutuhan
Rasional : untuk mencegah terjadinya ulkus
e.Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
1)Tujuan
Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal
2)Intervensi
a)Beri diet yang bergizi
Rasional : membantu pemenuhan nutrisi anak dan meningkatkan daya tahan tubuh anak
b)Batasi natrium selama edema dan trerapi kortikosteroid
Rasinal : asupan natrium dapat memperberat edema usus yang menyebabkan hilangnya nafsu makan anak
c)Beri lingkungan yang menyenangkan, bersih, dan rileks pada saat makan
Rasional : agar anak lebih mungkin untuk makan
d)Beri makanan dalam porsi sedikit pada awalnya
Rasional : untuk merangsang nafsu makan anak
e)Beri makanan spesial dan disukai anak
Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan
f)Beri makanan dengan cara yang menarik
Raional : untuk menrangsang nafsu makan anak
f.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
1)Tujuan
Agar dapat mengespresikan perasaan dan masalah dengan mengikutin aktivitas yang sesuai dengan minat dan kemampuan anak.
2)Intervensi
a)Gali masalah dan perasaan mengenai penampilan
Rasional : untuk memudahkan koping
b)Tunjukkan aspek positif dari penampilan dan bukti penurunan edema
Rasional : meningkatkan harga diri klien dan mendorong penerimaan terhadap kondisinya
c)Dorong sosialisasi dengan individu tanpa infeksi aktif
Rasional : agar anak tidak merasa sendirian dan terisolasi
d)Beri umpan balik posisitf
Rasional : agar anak merasa diterima
g.Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan
1)Tujuan
Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan dan mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat
2)Intervensi
a)Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
Rasional : tirah baring yang sesuai gaya gravitasi dapat menurunkan edema
b)Seimbangkan istirahat dan aktifitas bila ambulasi
Rasional : ambulasi menyebabkan kelelahan
c)Rencanakan dan berikan aktivitas tenang
Rasional : aktivitas yang tenang mengurangi penggunaan energi yang dapat menyebabkan kelelahan
d)Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelah
Rasional : mengadekuatkan fase istirahat anak
e)Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : anak dapat menikmati masa istirahatnya

h.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
1)Tujuan
Pasien (keluarga) mendapat dukungan yang adekuat
2)Intervensi
a)Kenali masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi, dukungan
Rasional : mengidentifikasi kebuutuhan yang dibutuhkan keluarga
b)Kaji pemahaman keluarga tentang diagnosa dan rencana perawatan
Rasional : keluarga akan beradaptasi terhadap segala tindakan keperawatan yang dilakukan
c)Tekankan dan jelaskan profesional kesehatan tentang kondisi anak, prosedur dan terapi yang dianjurkan, serta prognosanya
Rasional : agar keluarga juga mengetahui masalah kesehatan anaknya
d)Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga Keluarga tentang penyakit dan terapinya
Rasional : mengoptimalisasi pendidikan kesehatan terhadap
e)Ulangi informasi sesering mungkin
Rasional : untuk memfasilitasi pemahaman
f)Bantu keluarga mengintrepetasikan perilaku anak serta responnya
Rasional : keluarga dapat mengidentifikasi perilaku anak sebagai orang yang terdekat dengan anak
g)Jangan tampak terburu-buru, bila waktunya tidak tepat
Rasional : mempermantap rencana yang telah disusun sebelumnya. (Donna L Wong,2004 : 550-552).

Sumber:
1.Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. 2002.Keperawatan Pediatrik, Edisi 3,EGC : Jakarta
2.Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta
3.Rauf , Syarifuddin, 2002, Catatan Kuliah Nefrologi Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UH : Makssar
4.Smeltzer, Suzanne C, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8, Volume 2, EGC : Jakarta
5.Suriadi & Rita Yuliani, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1, Fajar Interpratama : Jakarta
6.Wong,L. Donna, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4, EGC : Jakarta

Askep sindrom nefrotik

ANATOMI GINJAL
Letak-----retroperineal (panjang 11-12 cm)
Terdiri dari korteks dan medula
Korteks –glomerolus & Tubuli
Medula ---tubuli
Glomeroli dan tubuli membentuk nefron
Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal
Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli

FISIOLOGI GINJAL
Faal glomerolus
membentuk ultrafiltrat GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
Faal Tubulus
melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus
Faal loop of henle membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
Faal tubulus distalis dan duktus koligentes
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen. (Rauf, 2002 : 4-5).

PENGERTIAN
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004 : 550).

Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001: 217).

Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002 : 21).

ETIOLOGI
Sebab pasti belum diketahui. Umunya dibagi menjadi :
a.Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal
b.Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glomerulonefrits kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa), amiloidosis, dan lain-lain.
c.Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) (Arif Mansjoer,2000 :48 )

PATOFISIOLOGI
EDEMA
permebilitas dinding kap. Glomerolar ---loss of protein (proteinuria)---hipoalbumin----tek os plasma ----cairan intra vaskuler pindah ke interstisial ---edema

vol intra vas. <, ----penurunan perfusi ginjal---
kompensasi produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.

Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma
Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217

MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
Pucat
Hematuri
Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002 )

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Uji urine
1)Protein urin – meningkat
2)Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
3)Dipstick urin – positif untuk protein dan darah 4) Berat jenis urin – meningkat
Uji darah
1)Albumin serum – menurun
2)Kolesterol serum – meningkat
3)Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
4)Laju endap darah (LED) – meningkat
5)Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
Uji diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L, 2002 : 335).

PENATALAKSANAAN MEDIK
Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram/kgBB/hari
Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari.
Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut :
1)Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
2)Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu
Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi
Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital (Arif Mansjoer,2000 : 488 )

KOMPLIKASI
Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.
Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.
Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal. (Rauf, .2002 : .27-28).

ASKEP
Pengkajian
1.Riwayat kesehatan ybs dan klg
2.Pem. Fisik (Penambahan berat badan, Edema, wajah sembab :Khususnya di sekitar
mata Timbul pada saat bangun pagi Berkurang di siang hari, Pembengkakan
abdomen (asites), Kesulitan pernafasan (efusi pleura), Pembengkakan
labial (scrotal) Edema mukosa usus yang menyebabkan :Diare, Anoreksia,
Absorbsi usus buruk ,Mudah lelah, Letargi,Tekanan darah normal atau
sedikit menurun, Kerentanan terhadap infeksi, Perubahan urin

DIAGNOSA & INTERVENSI
a.Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga.
1)Tujuan : Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan (pasien
mendapatkan volume cairan yang tepat)
2)Intervensi
a)Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran secara akurat.
Rasional : perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian
cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
b)Timbang berat badan setiap hari (ataui lebih sering jika diindikasikan).
Rasional : mengkaji retensi cairan
c)Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada umbilicus serta pantau
edema sekitar mata.
Rasional : untuk mengkaji ascites dan karena merupakan sisi umum edema.
d)Atur masukan cairan dengan cermat.
Rasional : agar tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang dibutuhkan
e)Pantau infus intra vena
Rasional : untuk mempertahankan masukan yang diresepkan
f)Berikan kortikosteroid sesuai ketentuan.
Rasional : untuk menurunkan ekskresi proteinuria
h)Berikan diuretik bila diinstruksikan.
Rasional : untuk memberikan penghilangan sementara dari edema.

Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan, edema
1)Tujuan
Klien tidak menunjukkan kehilangan cairan intravaskuler atau shock
hipovolemik yang diyunjukkan pasien minimum atau tidak ada
2)Intervensi
a)Pantau tanda vital
Rasional : untuk mendeteksi bukti fisik penipisan cairan
b)Kaji kualitas dan frekwensi nadi
Rasional : untuk tanda shock hipovolemik
c)Ukur tekanan darah
Rasional : untuk mendeteksi shock hipovolemik
d)Laporkan adanya penyimpangan dari normal
Rasional : agar pengobatan segera dapat dilakukan

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun, kelebihan beban cairan cairan, kelebihan cairan.
1)Tujuan
Tidak menunjukkan adanya bukti infeksi
2)Intervensi
a)Lindungi anak dari kontak individu terinfeksi
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada
organisme infektif
b)Gunakan teknik mencuci tangan yang baik
Rasional : untuk memutus mata rantai penyebar5an infeksi
c)Jaga agar anak tetap hangat dan kering
Rasional : karena kerentanan terhadap infeksi pernafasan
d)Pantau suhu.
Rasional : indikasi awal adanya tanda infeksi
e)Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi
Rasional : memberi pengetahuan dasar tentang tanda dan
gejala infeksi


Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh.
1)Tujuan
Kulit anak tidak menunjukkan adanya kerusakan integritas : kemerahan atau iritasi
2)Intervensi
a)Berikan perawatan kulit
Rasional : memberikan kenyamanan pada anak dan mencegah kerusakan kulit
b)Hindari pakaian ketat
Rasional : dapat mengakibatkan area yang menonjol tertekan
c)Bersihkan dan bedaki permukaan kulit beberapa kali sehari
Rasional : untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit karena
gesekan dengan alat tenun
d)opang organ edema, seperti skrotum
Rasional : unjtuk menghilangkan area tekanan
e)Ubah posisi dengan sering ; pertahankan kesejajaran tubuh dengan baik
Rasional : karena anak dengan edema massif selalu letargis, mudah lelah dan
diam saja
f)Gunakan penghilang tekanan atau matras atau tempat tidur penurun
tekanan sesuai kebutuhan
Rasional : untuk mencegah terjadinya ulkus


Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
1)Tujuan
Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal
2)Intervensi
a)Beri diet yang bergizi
Rasional : membantu pemenuhan nutrisi anak dan meningkatkan daya tahan tubuh anak
b)Batasi natrium selama edema dan trerapi kortikosteroid
Rasional : asupan natrium dapat memperberat edema usus yang
menyebabkan hilangnya nafsu makan anak
c)Beri lingkungan yang menyenangkan, bersih, dan rileks pada
saat makan.
Rasional : agar anak lebih mungkin untuk makan
d)Beri makanan dalam porsi sedikit pada awalnya
Rasional : untuk merangsang nafsu makan anak
e)Beri makanan spesial dan disukai anak
Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan
f)Beri makanan dengan cara yang menarik
Rasional : untuk menrangsang nafsu makan anak

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
1)Tujuan
Agar dapat mengespresikan perasaan dan masalah dengan mengikutin aktivitas
yang sesuai dengan minat dan kemampuan anak.
2)Intervensi
a)Gali masalah dan perasaan mengenai penampilan
Rasional : untuk memudahkan koping
b)Tunjukkan aspek positif dari penampilan dan bukti penurunan edema
Rasional : meningkatkan harga diri klien dan mendorong penerimaan
terhadap kondisinya
c)Dorong sosialisasi dengan individu tanpa infeksi aktif
Rasional : agar anak tidak merasa sendirian dan terisolasi
d)Beri umpan balik positif
Rasional : agar anak merasa diterima

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan
1)Tujuan Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan dan
mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat
2)Intervensi
a)Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
Rasional : tirah baring yang sesuai gaya gravitasi dapat menurunkan edema
b)Seimbangkan istirahat dan aktifitas bila ambulasi
Rasional : ambulasi menyebabkan kelelahan
c)Rencanakan dan berikan aktivitas tenang
Rasional : aktivitas yang tenang mengurangi penggunaan energi yang
dapat menyebabkan kelelahan
d)Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelah
Rasional : mengadekuatkan fase istirahat anak
e)Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : anak dapat menikmati masa istirahatnya

Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
1)Tujuan
Pasien (keluarga) mendapat dukungan yang adekuat
2.Intervensi
a)Kenali masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi, dukungan
Rasional : mengidentifikasi kebuutuhan yang dibutuhkan keluarga
b)Kaji pemahaman keluarga tentang diagnosa dan rencana perawatan
Rasional : keluarga akan beradaptasi terhadap segala tindakan keperawatan
yang dilakukan
c)Tekankan dan jelaskan profesional kesehatan tentang kondisi anak, prosedur
dan terapi yang dianjurkan, serta prognosanya
Rasional : agar keluarga juga mengetahui masalah kesehatan anaknya
d)Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga Keluarga
tentang penyakit dan terapinya
Rasional : mengoptimalisasi pendidikan kesehatan terhadap
e)Ulangi informasi sesering mungkin
Rasional : untuk memfasilitasi pemahaman
f)Bantu keluarga mengintrepetasikan perilaku anak serta responnya
Rasional : keluarga dapat mengidentifikasi perilaku anak sebagai orang
yang terdekat dengan anak
g)Jangan tampak terburu-buru, bila waktunya tidak tepat
Rasional : mempermantap rencana yang telah disusun sebelumnya.
(Donna L Wong,2004 : 550-552).

PUSTAKA
Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. 2002.Keperawatan Pediatrik, Edisi 3,EGC : Jakarta 2.Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta 3.Rauf , Syarifuddin, 2002, Catatan Kuliah Nefrologi Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UH : Makssar 4.Smeltzer, Suzanne C, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8, Volume 2, EGC : Jakarta 5.Suriadi & Rita Yuliani, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1, Fajar Interpratama : Jakarta 6.Wong,L. Donna, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4, EGC : Jakarta

Askep Benigna Prostat Hypertrophy

BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH)

A. DEFINISI

BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.


B. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah:

v Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen.o Ketidakseimbangan endokrin.

v Faktor umur / usia lanjut.

v Unknown / tidak diketahui secara pasti.

C. ANATOMI FISIOLOGI

Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata:- Panjang 3.4 cm- Lebar 4.4 cm- Tebal 2.6 cm. Secara embriologis terdiro dari 5 lobur:- Lobus medius 1 buah- Lobus anterior 1 buah- Lobus posterior 1 buah- Lobus lateral 2 buahSelama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:

- Kapsul anatomis

- Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler- Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:

o Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya

o Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone

o Di sekitar uretra disebut periuretral gland

Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada oran dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.


D. PATOFISIOLOGI

Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih.Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis.Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia.Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas


E. PATHWAY

Obstruksi uretra Penumpukan urin dlm VU Pembedahan/prostatektomiKompensasi otot destrusorSpasme otot spincterMerangsang nociseptorHipotalamusDekompensasi otot destrusorPotensi urinTek intravesikalRefluk urin ke ginjalTek ureter & ginjal meningkatGagal ginjalRetensi urinPort de entrée mikroorganismekateterisasiLuka insisiResiko disfungsi seksualNyeriResti infeksiResiko kekurangan vol cairanResiko perdarahan: resiko syok hipovolemikHilangnya fungsi tbhPerub pola eliminasiKurang informasi ttg penyakitnyaKurang pengetahuanHyperplasia periuretralUsia lanjutKetidakseimbangan endokrinBPH

F. MANIFESTASI KLINIS

Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:a. Retensi urinb. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencingc. Miksi yang tidak puasd. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam hari miksi harus mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)g. Massa pada abdomen bagian bawahh. Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksik. Kolik renall. Berat badan turunm. AnemiaKadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.


G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:

1. LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin

2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).

3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.

4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalaha. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batue. Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis

I. FOKUS PENGKAJIAN

Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi:

a) Data subyektif :

o Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.

o Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.

o Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan

o Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

b) Data Obyektif:

o Terdapat luka insisi

o Takikardi

o Gelisah

o Tekanan darah meningkat

o Ekspresi w ajah ketakutan

o Terpasang kateter


J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder

3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh

4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui kateterisasi

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya.


K. RENCANA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.

Kriteria hasil:

a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang

b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi:

c. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.

d. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)

e. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah

f. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)

g. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat

2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder.

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin

Kriteria :

Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.

Intervensi :

a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril

b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup

c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea)

d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan

e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi)

f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.

3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya

Kriteria hasil :

Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal.

Intervensi :

a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya

b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat

c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual

d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual

e. Beri penjelasan penting tentang:

f. Impoten terjadi pada prosedur radikal

g. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal

h. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.

4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée ikroorganisme melalui kateterisasi

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi

Kriteria hasil:

a. Tanda-tanda vital dalam batas normal

b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri

c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik

Intervensi:

a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.

b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran)

c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage

d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing

e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari

Kriteria :

Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan

Intervensi :

a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, perawat

b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:

o Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter

o Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi

ASKEP BPH

Benigna Prostat Hipertropi (BPH)

A. Pengertian

Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).

B. Etiologi

Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hypertropi yaitu testis dan usia lanjut.

Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu :

Teori Sel Stem (Isaacs 1984)
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.

Teori MC Neal (1978)
Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona periurethral.

C. Anatomi Fisiologi

Kelenjar proatat adalah suatu jaringan fibromuskular dan kelenjar grandular yang melingkari urethra bagian proksimal yang terdiri dari kelnjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos terletak di bawah kandung kemih dan melekat pada dinding kandung kemih dengan ukuran panjang : 3-4 cm dan lebar : 4,4 cm, tebal : 2,6 cm dan sebesar biji kenari, pembesaran pada prostat akan membendung uretra dan dapat menyebabkan retensi urine, kelenjar prostat terdiri dari lobus posterior lateral, anterior dan lobus medial, kelenjar prostat berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang ada uretra dan vagina. Serta menambah cairan alkalis pada cairan seminalis.

D. Patofisiologi

Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.

Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

E. Tanda dan Gejala

* Hilangnya kekuatan pancaran saat miksi (bak tidak lampias)
* Kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih.
* Rasa nyeri saat memulai miksi/
* Adanya urine yang bercampur darah (hematuri).


F. Komplikasi

* Aterosclerosis
* Infark jantung
* Impoten
* Haemoragik post operasi
* Fistula
* Striktur pasca operasi & inconentia urine


G. Pemeriksaan Diagnosis

1. Laboratorium

Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.

2. Radiologis

Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro Pubis

Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi Parineal

Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.


H. Penatalaksanaan

1. Non Operatif
* Pembesaran hormon estrogen & progesteron
* Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
* Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
* Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
* Pemasangan kateter.

2. Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
* TUR (Trans Uretral Resection)
* STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
* Retropubic Extravesical Prostatectomy)
* Prostatectomy Perineal



Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)


A. Pengkajian

1. Data subyektif :
* Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
* Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
* Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
* Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

2. Data Obyektif :
* Terdapat luka insisi
* Takikardi
* Gelisah
* Tekanan darah meningkat
* Ekspresi w ajah ketakutan
* Terpasang kateter


B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

2. Kurang pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan


C. Intervensi

1. Diagnosa Keperawatan 1. :
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.

Kriteria hasil :
* Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.
* Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi :
* Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10)
* Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
* Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
* Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah.
* Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
* Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi
* Lakukan perawatan aseptik terapeutik
* Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.


2. Diagnosa Keperawatan 2. :
Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

Tujuan :
Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .

Kriteria hasil :
* Klien akan melakukan perubahan perilaku.
* Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
* Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan.

Intervensi :
* Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu.
* Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
* Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
* Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
* Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh.


3. Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

Tujuan :
Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi

Kriteria hasil :
* Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
* Klien mengungkapan sudah bisa tidur.
* Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.

Intervensi :
* Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
* Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan.Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
* Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri (analgesik).



Daftar Pustaka

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.